BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Masalah kemiskinan adalah masalah yang klasik,
sangat klasik. Kemunculannya di dunia sudah berabad-abad yang lalu, yang sampai
sekarang permasalahannya masih merupakan beban bagi bangsa-bangsa di dunia dan
sulit diatasi. Jangankan di negara yang sedang berkembang, lebih-lebih di Negara
miskin, sedangkan di negara yang sudah maju pun seperti Amerika Serikat,
kemiskinan masih mewarnai negeri ini.
Meskipun demikian agama Hindu memberikan ajaran yang
dapat mengentaskan kemiskinan yang dapat mengurangi dampak kemiskinan di dunia
khususnya di Indonesia. Ada beberapa sebab-sebab kemiskinan yaitu, faktor alam,
faktor kebodohan, dan budaya kemiskinan yang menyebabkan kemiskinan menjadi
beranak pinak.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diambil rumusan
masalah yaitu:
- Bagaimanakah
masalah pengentasan kemiskinan sebagai realisasi sraddha di Indonesia?
- Bagaimana
cara mendorong kegiatan usaha dan ketahanan orang Hindu dalam pengentasan
kemiskinan?
- Bagaimanakah
upaya-upaya pengentasan kemiskinan lewat struktur masyarakat dewasa ini?
1.3
Tujuan
Penulisan
- Untuk
mengetahui masalah pengentasan kemiskinan sebagai realisasi sraddha di Indonesia
- Untuk
mengetahui cara mendorong kegiatan usaha dan ketahanan orang hindu dalam
pengentasan kemiskinan
- Untuk
mengetahui upaya-upaya pengentasan kemiskinan lewat struktur masyarakat
dewasa ini
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Masalah
Pengentasan Kemiskinan Sebagai Realisasi Sraddha di Indonesia
A. Batasan
Kemiskinan dari Kacamata Hindu Dharma
Seseorang disebut miskin bukannya disebut miskin
harta saja, tetapi kemiskinan yang dengan sifat-sifat yang melekat pada pribadi
seseorang seperti sifat kikir., loba, tidak tulus hati dan keji dan sebagainya.
Salah satu akibat menonjol dari sifat-sifat itu adalah seseorang tidak dapat
berbuat dana punia atau amal sedekah. Dana punia yaitu pemberian sedekah dengan
tulus ikhlas yang baik dan suci, dapat dijadikan dasar menilai miskin tidaknya
seseorang. Sebab berbuat amal sedekah tidak hanya menyangkut definisi fisik
atau tepatnya kepemilikan harta, melainkan juga menyangkut dimensi rohani
(mentalitas).
Kemiskinan rohani dan kemiskinan harta, dua
kemiskinan yang kadang-kadang bersifat kualistik. Kemiskinan yang satu
menyebabkan kemiskinan yang lain sehingga, akibat kemiskinan itu menyebabkan
semakin miskinnya seseorang. Tetapi miskin harta tidak selalu menyebabkan
miskin rohani.
- Sebab-sebab
Kemiskinan
1. Faktor
Alam:
-
Daerah yang tanahnya
tandus
Masyarakat pemukiman hanya menggantungkan ekonominya
hanya dari hasil panen, padahal hasil panennya hanya sedikit. Tidak dapat
mencukupi kebutuhan
- Daerah
yang letaknya terisolasi
Masyarakat pemukim sulit berkomunikasi dengan dunia
luar karena belum adanya sarana perhubungan yang memadai (jalan).
- Daerah
Rawan Bencana
Masyarakat yang bermukim di daerah yang secara rutin
terserang bencana banjir, angina rebut, gempa bumi dan sebagainya, sehingga
masyarakat sulit untuk menghimpun dana untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
2. Faktor
kebodohan
Masyarakat yang tidak dapat kesempatan untuk belajar
atau menuntut ilmu sehingga mereka tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan
kerja, sehingga mereka tidak dapat bersaing dengan pencari kerja yang sudah
terdidik.
3. Budaya
Kemiskinan
Masyarakat buruh dan pengemis, karena serba
keterbatasan mereka, sehingga mereka sulit sekali untuk mengentaskan diri
mereka sendiri pada kemiskinan. Mereka beranak pinak juga sebagi buruh dan
pengemis, bahkan ada masyarakat pengemis. Mereka tidak mau mengubah kebiasaan
mengemis dengan alas an kebudayaan dan mereka tidak mau bekerja, misalnya
masyarakat Trunyan di Kintamani, Bali
- Kiat
Pengentasan Kemiskinan
1. Pengumpulan
Dana Punia
Oleh karena Masyarakat Indonesia adalah masyarakat
beragama, sedangkan agama mereka masing-masing menganjurkan kepada pengikutnya
untuk berderma, berdarma punia, maka secara rutin mengumpulkan dana secara
terpadu dan kemudian diserahkan kepada pemerintah. Pemerintah dapat mengaturnya
dan kemudian dipadukan dengan program-program pemerintah dalam bidang
pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Pengetahuan pengawasan penggunaan dana
SDBD, ada kebocoran atau tidak dan juga dipadukan dengan dana dari masyarakat.
Bagi umat Hindu khususnya dalam kitab Saramuschaya sudah diatur bahwa 30% dari
pendapatan bersih disumbangkan untuk dana punia.
2. Meningkatkan
dan Memeratakan Pendidikan dan Keterampilan Masyarakat
3. Meningkatkan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat
4. Memperluas
Lapangan Kerja
a. membuka
atau mencetak lahan persawahan baru
b. memanfaatkan
pulau-pulau yang belum berpenghuni
5. Menggalakkan
Transmigrasi
Transmigrasi pertanian, transmigrasi PIR,
transmigrasi untuk tenaga pabrik, dan sebagainya.
6.
Meningkatkan kualitas mental spiritual menurut agama masing-masing
2.2
Mendorong Kegiatan Usaha dan Ketahanan Orang Hindu dalam Pengentasan Kemiskinan
A. Bekerja
Keras Adalah Perintah Tuhan Yang Harus Dilaksanakan
Masih banyak orang mempunyai
pengertian bahwa orang yang selalu sibuk bekerja adalah bukan orang yang taat
beragama Hindu. Masih banyak orang yang mempunyai pengertian bahwa orang yang
beragama Hindu itu adalah orang yang lebih banyak menggunakan waktunya bukan
untuk bekerja, dan orang yang beragama itu harus hidup seperti orang yang tanpa
kewajiban untuk bekerja, dan lebih ekstrim lagi orang beragama itu harus
seperti orang miskin dengan pakaian seadanya. Pandangan itu terjadi karena
kekurangan pengetahuan saja.
Bahwa sebenarnya Tuhan sendiri
memerintahkan kepada umat manusia untuk bekerja keras. Seperti yang tertulis
dalam Pustaka Suci Bhagawadgita Bab III yang terjemahannya adalah sebagai
berikut:
“Dari itu laksanakanlah segala kerja, sebagai
kewajiban tanpa harap keuntungan pribadi, sebab kerja tanpa harap keuntungan
pribadi, membawa orang pada kebahagiaan”
Seorang dagang atau pengusaha mencari keuntungan
dengan memenuhi segala tanggung jawabnya yaitu antara lain:
1. Tanggung
jawab kepada negara, yaitu membayar pajak
2. Tanggung
jawab kepada karyawan/karyawati, yaitu membayar gaji atau upah
3. Tanggung
jawab kepada anak dan istri, yaitu memberi perumahan, makanan, pakaian,
pendiidkan dan sebagainya
4. Tanggung
jawab kepada masyarakat dan agama seperti berdana punia kepada tempat suci
(pura), masyarakat dan para pendeta
Oleh karena itu, sedah sangat jelas bahwa Tuhan
sendiri telah memerintahkan untuk melaksanakan segala kerja (yang sesuai dengan
dharma) maka kita semua tidak ragu lagi untuk menekuni segala kerja atau
profesi termasuk menjadi pengerajin, pedagang, seniman, pelukis, pematung,
notaris, dokter, ahli hokum dan lain sebagainya.
B. Belajar
Dari Masa Lalu dan Mengambil Hikmah, Pendirian / Pembangunan Indraprasta
Jika
orang berpikir sempit dan pendek, pasti tidak bias menerima suatu keputusan
pembagian Kerajaan Astina dimana Pandawa mendapat daerah gersang semak belukar
sebagai bagiannya. Berbeda dengan Korawa yang mendapat daerah subur dan kota
yang sudah jadi. Bahkan adik-adik Yudistira pun tidak senang dengan keputusan
ini dan menolak. Bahkan hampir semua adik Yudistira kukuh dengan keputusannya
menerima pembagian tersebut.
Situasi
yang sama juga dihadapi oleh setiap wiraswasta pemula ketika ia memastikan
dirinya menggeluti bidang usaha swasta yang baru. Hambatan dan tantangan begitu
besar, namun jika benar-benar ditekuni dengan bersemangat seperti Pandawa
mendirikan Indraprasta, maka Tuhan akan menyertai, Para Dewa dan Malaikat akan
membantu bekerjasama. Syaratnya adalah bekerja berlandaskan dharma.
C. Pengentasan
Kemiskinan dan Meningkatkan Kemakmuran Memerlukan Waktu dan Proses
Kita
semua percaya kepada Hukum Dasar Agama Hindu, yaitu Hukum Karma Phala. Kita
percaya akan hokum besi, yaitu hokum sebab akibat. Oleh karena itu kita harus
mau dan tekun berusaha mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan kemakmuran.
Tetapi kita harus mau bersabar dengan waktu karena semua memerlukan suatu
proses. Contoh konkret berkembang pesatnya pariwisata sekarang ini adalah suatu
proses panjang.
2.3
Upaya-upaya
Pengentasan Kemiskinan lewat Struktur Masyarakat Dewasa Ini
A. Kemiskinan
Struktural
Prof
Sarbini Sumawinata dalam sebuah tulisan di majalah Prisma mengemukakan
“Kemiskinan structural yang kita warisi dari zaman colonial dan sejarah dengan
jelas membuktikan bahwa ini disebabkan oleh kedatangan kapitalisme dalam bentuk
kolonialisme hanya dapat dibrantas dengan perombakan struktur itu sendiri”
Kemiskinan
secara bertahap baru akan dapat dipecahkan jika struktur ekonomi, politik dan sosial
budaya yang merupakan penyebab structural dari kemiskinan itu sendiri, secara
bertahap harus diperbaiki.
Secara
lebih konkret, stuktur ekonomi, politik, sosial budaya, kalau disederhanakan
secara umum adalah sebagai berikut:
1. Dalam
struktur ekonomi terpancar: relative mudahnya sekelompok kecil pengusaha untuk
memperoleh perlakuan khusus, bahkan fasilitas istimewa,sedangkan mayoritas
pengusaha menengah dan kecil selalu dihadapkan kepada kendala-kendala
structural untuk bisa bertahan hidup.
2. Dalam
struktur politik terlihat: sebagian pelaku politik dari system politik yang
ada, diduga lebih berorientasi ke atas, sehingga konsekuensinya perjuangan
untuk membela hak-hak rakyat, masih jauh dari harapan rakyat banyak.
3. Dalam
struktur sosial budaya, sisa-sisa feodalisme sebelum proklamasi kemerdekaan
tetap tampak dan muncul feodalisme baru sehingga terciptanya struktur sosial
budaya yang memberikan peluang lebih
besar untuk mengangkat harkat martabat dan derajat manusia adalah sesuatu yang
masih memerlukan perjuangan panjang yang harus dilalui.
Jika
demikian adanya, dari pihak mana diharapkan terjadi pengambilan inisiatif yang
lebih besar sehingga terjadiperubahan struktur seperti yang diharapkan
masyarakat luas. Ada 3 (tiga) pihak yang dapat melakukan hal ini yakni:
1. Pihak
pemerintah, yaitu sebagai pemegang kekuasaan politik dan pengelola uatama
sumber daya ekonomi bangsa dan Negara. Akan tetapi karena hokum dan dinamika kekuasaan itu sendiri yang
cenderung untuk mempertahankan status quo, maka program perubahana struktur
yang dirancang pemerintah sudah tentu dilihat dari “kaca mata” kepentingan
pemerintah, sehingga akan berjalan relative lamban.
2. Masyarakat
kelas menengah yang terdiri atas: kaum intelektual, mahasiswa, pemimpin surat
kabar, kaum pengusaha dan pedagang pribumi, ahli hokum, dan kelompok-kelompok
professional lainnya.
3. Elite
politik yang berada dalam lembaga perwakilan rakyat. Namun demikian karena ada
sejumlah kendala structural yang harus dihadapi, upaya reformasi structural
yang dilakukannya, belum tentu dapat
memenuhi aspirasi masyarakat luas.
B. Pengentasan
Kemiskinan, Panggilan Keagamaan
Jika
diproyeksikan reformasi struktural akan berjalan lamban, barangkali kondisi ini
yang dianggap baik, untuk berlangsungnya proses evolusi secara damai, agama
Hindu memiliki sumbangan dalam upaya pengentasan kemiskinan yang momentumnya
cukup baik dewasa ini
Misalnya
dalam ayat-ayat suci Weda yang memberikan inspirasi, panduan, pegangan dan
hubungan antara manusia, kita akan dengan mudah menemukan rangkuman nilai yang
memuat: kesamaan dan persamaan manusia, kedamaian, keharmonisan, kesejahteraan
bersama.
Kalau
demikian adanya, umat Hindu semestinya menjadi semakin sadar bahwa: upaya kita
untuk membantu menciptakan struktur ekonomi yang lebih adil, struktur politik
yang berorientasi kerakyatan, struktur sosial budaya yang lebih manusiawi yang
memberikan sumbangan berharga bagi pengentasan kemiskinan structural adalah
sebuah swadharma, sebuah panggilan keagamaan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Seseorang
disebut miskin bukannya disebut miskin harta saja, tetapi kemiskinan yang
dengan sifat-sifat yang melekat pada pribadi seseorang seperti sifat kikir.,
loba, tidak tulus hati dan keji dan sebagainya. Salah satu akibat menonjol dari
sifat-sifat itu adalah seseorang tidak dapat berbuat dana punia atau amal
sedekah.
Sebab-sebab Kemiskinan ada 3 (tiga) diantaranya:
(a)Faktor alam, (b)Faktor kebodohan, (c)Budaya kemiskinan. Kiat pengentasan
kemiskinan yaitu, pengumpulan dana punia, meningkatkan dan memeratakan
pendidikan dan keterampilan masyarakat, meningkatkan pelayanan kesehatan
masyarakat, memperluas lapangan kerja, menggalakkan transmigrasi, meningkatkan
kualitas mental spiritual menurut agama masing-masing.
Daftar
Pustaka
Ngurah
Bagus, I Gusti. 1989. Beberapa Permasalahan
Sosial dalam Perspektif Hindu Dharma. PT. Upada Sastra. Denpasar.
Majalah-hindupraditya.blogspot.com/2012/06/mencari-solusi-masalah-entaskan-permasalahan-di.html.
Diakses Jumat, 14 Maret 2014, pukul 17.45
Www.natanews/1434/prof-dawam-raharjo-pengentasan-kemiskinan.html.
Diakses Jumat, 14 Maret 2014, pukul 16.37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar